honeyhenyyy imuuuut geto loooh

Selasa, 14 Desember 2010

Ketika Senja Berlabuh Di Kerandangan


Matahari mulai letih. Dengan lemas, ditinggalkannya singgasana yang seharian itu telah dengan gagah dirajainya. Sinarnya meredup ketika dengan gundah senja pamit pada pucuk-pucuk pohon kelapa menunggu malam menjemputnya pergi.

Seorang cowok terlihat tengah merekam sunsets sore itu dengan mata jelinya. Hela demi hela nafas telah dilepasnya bebas, mengharap bebannya serta luruh terbuang dalam helaan nafasnya itu. Namun semakin dipaksakan, dia merasa dadanya semakin berat menyanggah masalah yang menyesak di sana. Kenapa masalah harus timbul sekarang? Setelah dia memutuskan untuk menyerahkan hatinya pada seorang wanita?

Matahari telah kalah, keganasan sinarnya takluk ketika diselimuti kegelapan malam. Senja telah mati, terganti kerlap kerlip bintang yang ceria. Seandainya dia bisa tersenyum terbawa keceriaan bintang-bintang itu....tapi....

Dia pun menuruni tebing batu landai tempat dia memandang sunsets tadi. Pantai kerandangan, tempat saat ini, menyimpan beribu kisah dan ikrar. Dan dia tahu, sepotong hati akan patah di tempat ini tak lama lagi....

Sekali lagi senja telah berlabu di kerandangan....


©  ©   ©  ©


“Ben, lihat ‘tuh cewek!!” tunjuk Vino seraya mencolek tangannya.

Diarahkan pandangannya mengikuti arah petunjuk Vino. Ada banyak cewek di sana. Yang mana??

“Yang mana Vin?” tanyanya.

“Yang pake shal warna hijau” jelas Vino. “itu yang namanya Nayla.” Lanjut cowok itu.

Dia tersenyum. Standar. Jadi inilah cewek itu. Cewek yang katanya tidak mudah ditaklukkan. Dia tipe hard to get....Tampangnya, ya....pasaranlah, pikirnya....Rambutnya ikal, sedikit keriting. Kulit sawo matang, alisnya tebal dan bertampang ‘Iran girl’. Jadi cewek inilah yang menjadi targetnya kali ini??

“Vin, gak salah nih?!” tanyanya masih ragu. “masa’ cewek kayak gitu hard to get sih?? Yang benar dong lo!!” lanjutnya....

Vino menatapnya.

“Dia bukan cewek sembarangan Ben....tampang memang biasa tapi dia lain dari yang lain....” jelas Vino,” kalau memang lo jago, lo bisa nggak naklukin si Nay dalam waktu 2 minggu??” tantang Vino.

“Kelamaan, gimana kalau 1 minggu aja??” Ruben balik menantang .
“Deal....” sambut Vino.

Permainan pun dimulai....

©  ©   ©  ©



Ruben keteteran. Nayla memang tampaknya supel kepada semua orang, tapi kayaknya tidak begitu dalam soal pacar. Tidak untuk yang satu itu.

4 hari sudah Ruben berusaha menaklukkan cewek itu. Tapi tidak ada tanggapan apa-apa. Segala cara telah dilakoninya. Dengan bunga, sudah. Ngajak nonton, sering. Nelpon, setiap malam....Tapi yang ada cewek itu tetap kalem seperti biasa.

Sementara Vino meledeknya habis-habisan. Tak tanggung-tanggung, taruhan mereka I-pod kesayangan Ruben beserta speakernya lengkap!! Bayangkan, bagaimana nelangsanya Ruben menghadapi kekalahannya.


Hingga malam terakhir....

Ruben sudah putus asa dengan Nayla. Gadis itu memang bukan cewek gampangan. Sampainya hpnya berbunyi. SMS. Ketika pesan dibuka, dia tersentak. Dari Nayla!!

“BEN, JEMPUT AKU DONG....AKU DI TEMPAT LES, JEMPUTAN TELAT, PLEASE....!!”

Begitulah bunyi SMS Nay. Dengan sigap, Ruben membalas SMS....Send!!

Segera saja Ruben meluncur ke tempat les Nayla.


©  ©   ©  ©

Ruben tidak mempercayai keberuntungannya malam itu ketika mendengar jawaban Nay.

“Ya, aku mau kok jadi pacar kamu....!!” tandas gadis itu.

Ruben menatapnya tidak percaya.

“Yang benar Nay??” tanyanya tidak percaya.
Dengan pipi penuh rona merah, Nay mengangguk.

Esoknya, Vino hanya bisa gigit jari ketika mengetahui ternyata Ruben berhasil jadian dengan Nay. Sementara Ruben dengan pongahnya menerima kemenangannya sekaligus “mempertahankan” predikatnya sebagai “sang jagoan”.

Begitulah, hari-hari Ruben dilewati bersama celoteh Nay. Kalaupun awalnya hanya main-main, lama-kelamaan dia mulai tertarik dengan keperibadian Nay yang unik.

Hingga suatu hari....
“Ben, kamu mau gak nganterin aku??” pinta Nay.
“Kemana, Nay??”  tanya Ruben.
“Kamu anterin aku aja, ntar di jalan aku kasih tau!!” ujar Nay.
Mereka pun pergi. Di tengah perjalanan, kembali Ruben menanyakan kemana mereka akan pergi.
“Ke jalan Mekar nomor 19” jawab Nay.
Jalan Mekar? Nama jalan itu mengingatkan Ruben pada sesuatu. Jangan-jangan.... Ah, tapi nggak mungkin.

Ruben memilih diam. Dia kembali berkonsenterasi pada jalanan. Setibanya di alamat yang dituju, dengan nanar Ruben menatap bangunan tua yang sangat dikenalnya” “Ini kan....Panti asuhan Harapan Bunda....” celetuknya.

“Yap!!” ucap Nay. “kamu mau ikut turun??” lanjut gadis itu.

Ruben mengangguk. Sudah 15 tahun sejak dia meninggalkan tempat itu. Tempat dimana Ibu kandungnya menitipkannya. Hingga akhirnya dia dipungut oleh sepasang suami istri yang kemudian merawatnya hingga sekarang.

Nay jalan mendahuluinya. Terang saja, segerombolan anak-anak kecil segera merabunginya.
“Kak Nanay....!!” panggil mereka....

Celoteh riang anak-anak panti yang senang karena mendapat hadiah dari Nay memenuhi ruang kepala Ruben. Apakah Nay berasal dari panti asuhan ini??
“Nay, kamu sering kesini?” tanya Ruben.
“Yaa....cukup sering juga sih....” jawab Nay ringan.
“Kelihatannya lo akrab banget dengan anak-anak itu?” Ruben masih tetap bertanya
“Aku ini anak tunggal, Ben. Bokap dan Nyokap terlalu sibuk untuk bisa jadi “temen berbagi” aku. Sementara aku butuh orang yang selalu butuh aku.... Akhirnya, aku bisa nemuin itu di tempat ini....” jelas Nay dengan mata menerawang.

“Selama ini, kamu selalu datang bawah hadiah untuk anak-anak itu?” kejar Ruben.
“Setiap tanggal 10 tiap bulannya, aku selalu datang ke sini untuk memberi sekedar hadiah buat anak-anak di sini. Tapi, aku juga sering lewat sini kok, sekedar main-main” lanjut Nay.

Seorang wanita setengah baya menghampiri mereka berdua. Ruben langsung mengenalinya. Bu Ratih.
“Nay, kamu sudah datang?” sapa perempuan itu kepada Nay.
“Ya Bu,” sahut Nay sembari mencium tangan perempuan itu. “Nay bawa teman....” lanjut Nay sembari menunjuk Ruben. “Dia....”
“Ruben, kan?” Bu Ratih memotong.
“Bu Ratih kenal Ruben?” Nay tercengang.
“Jelas dong Nay, Bu Ratih kenal aku, karena aku juga besar di panti ini....” jelas Ruben.
“Ruben, kamu....??” Nay masih tidak percaya.
“Ya....”

Setelah berbincang-bincang dengan Bu Ratih, Ruben mengajak Nay untuk meninggalkan panti. Tapi, tidak langsung pulang. Dia mengajak Nay ke Kerandangan, tempat favoritnya.
“Kerandangan?? Kamu sering main ke sana??” Nay sama sekali tidak menyangka Ruben senang pergi ke Kerandangan.
“Ya....dibandingkan senggigi, aku merasa Kerandangan lebih indah dan bersih”, jawab Ruben.
“Masa??” Nay masih tidak percaya.
“Kalau nggak percaya, kamu bisa buktiin sendiri ntar....” jawab Ruben. Nay memilih menurut saja.

Mobilpun melaju menuju daerah paling barat pulau Lombok tersebut. Ketika memasuki Pantai Kerandangan. Nay ternganga takjub.
“Nah, kan? Kamu sampai ternganga-nganga gitu??” ledek Ruben.
“Gila....indah banget!!” ujar Nay.
“Kita duduk di sana yuk!!” ajak Ruben. Nay menurut. Merekapun duduk di pasir yang lembut.
“Nay....” panggil Ruben.
“Ya??” Nay menatap Ruben.
“Kamu sudah tau aku kan, siapa aku yang sebenarnya” Ruben berkata getir. “Anak pungut....” lanjutnya.
“Lantas??” Nay kebingungan menghadapi Ruben yang tiba-tiba serius.
“Kamu nggak malu pacaran sama aku??” tanya Ruben akhirnya.
“Kenapa kamu nanya kayak gitu sih??” Nay melotot. “Aku pacaran sama kamu karena kamu sayang sama aku. Aku nggak peduli masa lalu kamu itu seperti apa. Mau jadi anak pungut kek, tukang bakso, loper koran, aku nggak peduli....” lanjut Nay panjang.

Ruben menunduk dalam diam. Hatinya tidak enak. Dia merasa bersalah sudah membohongi gadis itu. Dia harus berterus terang.
“Satu lagi Nay....” cetus Ruben.
“Apa??” tanya Nay.
“Dulu, pas aku ngedekatin kamu....eh....pertamanya niat aku....cuman....eh....” Ruben tergagap. Dia nggak tahu bagaimana caranya memberitahukan Nay.
“Taruhan kan??” potong Nay. Ruben tercekat.
“Kamu tahu??” Ruben heran.
“Ya, dari sebelum kamu mulai ngedekatin aku, Vino yang ngasih tau....” lanjut Nay. Ruben terdiam.
“Terus kenapa kamu mau nerima aku, padahal kan kamu tau kalau aku cuman main-main sama kamu??” kejar Ruben.
“Pertamanya, aku memang nggak mau nanggepin kamu....Tapi, malam itu, pandangan aku ke kamu berubah. Malam itu, pas kamu jemput aku ke tempat les, kamu ngeliat ada kucing yang luka, kan?? Aku tersentuh pas ngeliat kamu bela-belain turun buat nolongin tuh kucing.... terus terang, malam itu kamu sweet banget!!” kenang Nay. Sepotong peristiwa mampir dalam ingatan Ruben. Selesai nolongin kucing itu, dia nembak Nay, dan Nay menerimanya.
“Tapi, kamu kan tau kalau kamu bakal aku permainin?” Ruben masih bertanya.
“Aku tau, pada dasarnya kamu orang baik. Dan aku berharap, suatu hari kamu bisa jatuh cinta beneran ke aku....” ujar Nay. Ruben menggenggam tangan Nay. Sekarang, aku memang sudah jatuh cinta beneran sama kamu, batinnya.

Ketika mentari mulai mengantuk, rona jingga memenuhi air laut, senja telah tiba. Sebentar lagi sang raja siang akan menenggelamkan diri ke lautan.
“Nay, ikut aku....” ajak Ruben.
“kemana??” tanya Nay.
“Liat sunsets....” jawab Ruben.

Nay ikut saja. Ternyata Ruben mengajaknya mendaki sebuah tebing batu yang cukup landai. Sesampai di puncak tebing, dengan jelas mereka bisa melihat matahari beranjak menceburkan diri ke laut.
“Ben, indah banget....” Nay takjub.
“Ya....seindah kamu....” jawab Ruben.

Nay menatap Ruben. Mata mereka beradu. Jarak mereka semakin dekat. Nay bahkan dapat melihat bayangannya dalam mata Ruben. Dan....

Tak lama kemudian, mereka kembali ke mobil. Mereka sedang memasang sabuk pengaman ketika hp ruben berbunyi. sms. Setelah membaca sms itu, air muka Ruben sedikit berubah.
“Dari siapa Ben??” tanya Nay.

Ruben menatap Nay lama. Kemudian mengulas sepotong senyum, sambil memasukkan persneling, dia menjawab;
“Temen....”
Nay pun ber-o ria.


©  ©   ©  ©


Ditatapnya gadis yang sekarang sedang menangis di depannya. Dia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa....
“Elo yakin Nad??” tanyanya. “elo yakin kalau itu anak gue?” lanjutnya.
“Ben, gue Cuma tidur sama elo....” jawab gadis itu di tengah isaknya, “gue nggak pernah tidur dengan orang lain.”
“Nad, elo tau saat itu gue mabuk, gue....” Ruben mencoba menjelaskan.
“elo jangan coba-coba mengelak dari tanggung jawab dong, Ben. Ini nih anak elo....elo sudah ngehancurin masa depan gue....” gadis itu berubah histeris.
Ruben segera memeluk gadis itu, mencoba menenangkannya. Dia benar-benar pusing.
“Jangan tinggalin gue, Ben....” isak gadis itu.

Ruben hanya bisa menatap malam dengan getir.


©  ©   ©  ©


“Nay....kamu jangan diam aja dong....” Ruben mencoba membuat Nay bicara. Tapi, gadis itu tetap setia dengan kebisuannya. Hanya tangisnya yang bisa menggambarkan suasana hatinya sekarang.

Memang, Nay sedang terluka sekarang. Ruben sudah berterus terang tentang masalah yang sedang dihadapinya. Kalau mantan pacarnya Nadine, sekarang sedang mengandung anaknya. Dan Nay memilih untuk diam.

“Nay, kamu boleh menghina aku, kamu boleh maki-maki aku. Tapi, kamu jangan diam saja....kalau kamu hina aku setidaknya kamu masih mau ngomong sama aku” Ruben masih membujuk Nay.

Isak Nay semakin kentara. Dan tanpa bisa dicegah, dia berlari meninggalkan Ruben sendirian. Ruben berusaha mengejar. Tapi Nay keburu menyetop taksi yang dengan cepat membawanya pergi dari tempat itu.

“Nay....!!” panggil Ruben.

Tapi Nay sudah jauh....


©  ©   ©  ©

Hari-hari berikutnya dilalui Ruben penuh kekalutan. Nadine yang setiap saat merongrongnya dengan tuntutan agar dia mempertanggung jawabkan perbuatannya, cukup membuatnya pusing dan stress. Belum lagi Nay, yang mendadak susah ditemui ataupun dihubungi.

Berhari-hari Ruben berusaha menemuinya di rumah, tapi yang selalu dikatakan oleh bibi yang selama ini teman Nay tinggal di rumah adalah “Nay tidak ada di rumah”. Rubenpun mencoba menemui Nay di kampus atau di tempat les....Tapi kata teman-teman kampus dan lesnya, Nay sudah berhari-hari bolos.


Ruben sudah berusaha menelpon ke ponsel Nay, tapi selalu tidak aktif. Ruben bingung dan merasa tidak enak. Sedalam itukah luka di hatimu, Nay??

Hingga suatu hari....

Ruben sedang suntuk di kamarnya ketika telpon rumahnya tiba-tiba berdering....
“Halo” dia menyapa.
“Ben....” sepotong suara menjawab. Ruben tersentak!! Nay!?
“Nay?!” Ruben mencoba memastikan
“Ya, ini aku....” jawab Nay, “kita bisa ketemu??” lanjutnya.
“Tentu saja, kapan??” jawab Ruben segera.
“Aku tunggu kamu sekarang juga di kerandangan....” setelah menjawab, hubungan segera diputus.

Rubenpun meluncur ke Pantai Kerandangan, tempat Nay sekarang menunggunya. Perjalanan yang biasanya memerlukan waktu sekitar 30 sampai 45 menit, ditempuhnya hanya 15 menit. Begitu tiba di Kerandangan, sosok Nay terlihat sedang berdiri menatap laut. Siluetnya kokoh berlatarkan senja yang temaram. Anggun.

Ruben segera turun dan mendekati gadis itu. Nay seperti tidak menyadari kehadirannya.
“Nay?!” panggil Ruben pelan.

Perlahan gadis itu berbalik memandangnya.
“Apa kabar, Ben??” tanyanya dengan senyum khasnya. Tapi kali ini, senyum itu terasa tawar bagi Ruben.

Ruben cuma mengangkat bahu, lantas mengalihkan pandangnya ke buncah-buncah ombak yang pecah oleh gelombang pasang sore itu.

“Ben, aku minta putus....” ujar Nay setelah sekian lama keheningan membayangi keduanya.

Ruben menoleh. Tibalah juga hari ini, batinnya. Hari dimana Nay benar-benar akan pergi darinya.
“Kamu mau ninggalin aku??” tanyanya kelu.
“Ya....” jawab Nay.
“Nay, maafin aku....” Ujar Ruben.
“Gak ada yang perlu dimaafin Ben.... itu bukan kesalahan. Kamu dan aku tidak punya hak untuk menyalahkan siapa-siapa” jawab Nay.

“Aku gak bisa lama-lama, Ben....” ujar Nay seraya mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalam tasnya. “Aku cuma berpesan, jangan kamu anggap semua ini sebagai hukuman, tapi anggaplah semua ini sebagai masa depan yang harus kamu jalanin.... Dan, ini buat kamu”, ucapnya seraya menyerahkan bungkusan di tangannya. Ketika dia berbalik hendak pergi, Ruben menahannya.

“Nay, sebelum kamu benar-benar pergi dari aku, boleh nggak aku melihat sunsets sore ini bareng kamu, walau untuk terakhir kalinya....?” pinta Ruben. Perlahan Nay mengangguk.

Keduanya pun memanjat tebing landai dalam diam. Setelah tiba di atasnya, mata mereka segera menangkap pemandangan indah, dimana matahari tenggelam di pelukan laut. Indah. Ruben tidak tahu apa yang mendorongnya untuk meneteskan air mata, tapi yang disadarinya adalah, dia mencintai gadis itu. Dan cintanya membuncah ketika Nay mendekapnya dalam isaknya.
“Ben, aku cinta ama kamu....” bisiknya, “tapi, aku harus ninggalin kamu....” lanjutnya. Setelah itu, Nay bergegas menuruni tebing, dan meninggalkan Kerandangan.

Sementara Ruben, masih setia menatap jejak-jejak yang ditinggalkan mentari. Tangannya perlahan membuka bungkusan yang diberikan Nay buatnya. Isinya sebuah surat dan CD. Diapun membaca surat itu.

“Cinta  tidak harus menangis....
Cinta pun tak mesti tersenyum....
Cinta, harus saling mengerti....
Cintamu datang....
Cintamu pergi....
Cinta, tidak kecewa ketika dikecewakan....
         Tidak sakit ketika disakiti....
Cinta, ikhlas ketika harus mengikhlaskan
Cinta, rela sendiri ketika harus ditinggalkan
Cinta, tidak egois....
Cinta, rela pergi ketika tiba saatnya pergi....
Dan, aku adalah cinta itu,
Ketika ku yakini, langkahmu tak searah lagi dengan langkahku....
Selamat tinggal, Ruben....
      Bahagialah untuk senyumku....
           Karena, aku cinta....
                                                            Nayla


Dengan perlahan, dia melipat surat dan memasukkan kembali ke amplopnya. Aku bodoh!! Batinnya. Dan Nay terluka karena kebodohanku. Nay, andai saja aku menyadari cintaku lebih cepat, aku tidak akan menyakitimu seperti ini, lukamu tidak akan sedalam ini, isaknya dalam hati.

“Uaa.............a.....a.......” dia berteriak mencoba membuang bebannya ke lautan.... Dan diapun menangis.

Hari mulai gelap, ketika dia memasuki mobil. Untuk terakhir kalinya dia edarkan pandangnya menyusuri pantai. Senja telah berlabuh, tak seperti hatinya yang karam. Dengan berat, diapun mengendarai mobilnya menjauhi pantai.

CD player mobilnya mengalun, memutar CD  dari Nay. Dan tak seorangpun tahu, seonggok hati yang patah telah membaur dalam bait-bait lagu yang mengiringinya....

Walau....ku masih mencintaimu
Ku harus meninggalkanmu....
Ku harus melupakanmu....
Meski, hatiku menyayangimu....
Nurani membutuhkanmu....
Ku harus merelakanmu....

Malampun bergulir.....
Thanx to:
Samsons, buat syair lagunya yang
“daleem......n’ sedeeepp....”
This story dedicated to:
My I’am chayank
don’t give up!! I’ll always be exist for seeing you across this crowded room.
I love u....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar